Beberapa hari ini aku lihat wajah bapak pucat. Aku tau beliau capek karena di usianya yang sudah senja masih harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari termasuk biaya sekolahku. Aku anak tunggal dan sekarang (masih) SMA kelas 3. Sudah termasuk gadis sih, tapi karena dari kecil aku biasa dimanja terutama sama almarhumah ibu yang meninggal dunia 2 tahun yang lalu, jadi sampai usia menuju 17 tahun ini aku masih belum bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Semua bapak yang handle. Mulai mencuci baju, memasak, menyapu, mencuci alat masak dan mencuci piring bekas makan kami. Bapak selalu melarang aku membantunya.
Awalnya kami hidup berkecukupan, tapi karena ibu sakit kanker rahim stadium 3 semua barang kami habis-habisan dijual untuk pengobatan ibu. Bapak bilang gak apa-apa kita jual dulu yang ada, yang penting usaha siapa tau ibu sembuh. Itu yang bikin aku kesal kenapa ibu harus sakit dan menghabiskan harta kami sebelum meninggal.
Aku duduk diteras sambil berselonjor dengan HP di tangan. Bapak tersenyum kepadaku ketika aku melihat padanya. Dengan gontai bapak mengambil peralatan tukangnya. Memang bapakku seorang tukang kayu. Meski jarang tapi ada saja tetangga yang menyuruh beliau untuk memperbaiki kusen atau pintu rumah. Ekonomi kami semakin hari makin susah saja karena bapak tidak punya keahlian lain selain itu. Dan hari ini pak Dadang tetangga depan rumah meminta bapak membuatkan meja makan dari kayu. Bapak dijanjikan ongkos sebesar 400ribu. Alhamdulillah cukup untuk bayar uang rekreasi untuk perpisahan kelulusanku begitu kata bapak. Tinggal ngumpulkan buat sangu selama perjalanan.
Aku lihat bapak mulai mencolokkan kabel alat tukangnya pada stop kontak listrik. Beliau pegang alat itu dengan kuat. Entah apa namanya. Yang pasti depannya tipis mirip piringan VCD. Dan ketika tombol On nya di klik, alat itu perputar cepat dengan suara yang bikin bising. Pasti sangat tajam pikirku. Karena aku lihat tangan bapak sampai bergetar ketika memegangnya. Aku yang biasanya selalu fokus ke handphoneku, entah kenapa kali ini perhatianku tertuju ke bapak. Bapak mulai memotong kayu yang sudah di ukur terlebih dahulu. Pelan tapi pasti.. Siiing siiingg.. begitu berulang-ulang. Jarak kami yang kira-kira hanya 500 meter membuat aku harus menutup telingaku. Ihh bapak ini, berisik sekali. Sampe pekak telingaku.. Tapi percuma bapak juga gak akan mendengar rutukanku. auto sebel kan..!
Tiba-tiba alat yang bapak pegang lepas, alat itu berputar-putar seperti gasing dengan kabel masih menempel di colokan listrik. Aku lihat bapak panik. Wajahnya pias. Alat itu berputar cepat sekali. "Paak, minggir..!" teriakku. Tapi beliau diam saja. Debu mulai menutupinya. Aku mendengar teriakan. Itu suara bapak. Dan aku lihat darah.. iya darah. Banyak sekali. Seketika aku pusing. kepalaku seperti berputar, aku tidak ingat apapun. Tapi aku sempat memanggil lirih.. Paak.. Bapaak..
The End
Komentar
Posting Komentar